Wakapolri Komisaris Jenderal Dedi Prasetyo mengakui bahwa masyarakat lebih memilih menghubungi pemadam kebakaran (Damkar) jika membutuhkan respons cepat, alih-alih petugas kepolisian. Pengakuan Wakapolri tersebut berkelindan dengan pernyataan sejumlah petugas damkar yang menyebut bahwa mereka kerap menerima pengaduan kejadian di luar tugas pokok mereka —bahkan tak jarang berkaitan dengan pelanggaran hukum.
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2020 tentang Pedoman Nomenklatur Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan, damkar memiliki fungsi utama berkaitan dengan pencegahan serta pemadaman kebakaran, dan penyelamatan. Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto menilai fenomena masyarakat yang lebih memilih melapor ke damkar daripada polisi karena "pelayanan kepolisian terkait laporan masyarakat itu lambat." "Ini konsekuensi logis dari layanan yang selama ini kurang baik. Jadi, orang lebih memilih untuk melapor ke damkar saja," ujar Bambang kepada wartawan Arie Firdaus yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Kamis (20/11).
Wakapolri Komisaris Jenderal Dedi Prasetyo mengatakan institusinya akan memperbaiki layanan publik demi meningkatkan kepercayaan masyarakat. BBC News Indonesia menemui sejumlah petugas damkar di Jakarta dan Semarang untuk mengetahui pengalaman mereka menolong masyarakat.
Sebagai sesama manusia, berusaha saling membantu
Sejumlah petugas pemadam kebakaran menuturkan ulang beragam laporan "unik" yang disampaikan masyarakat. Tak jarang, laporan tersebut berkaitan dengan kasus hukum yang sejatinya di luar tugas pokok mereka. Aga Prasetya, salah seorang petugas pemadam kebakaran di Pos Pemadam Kebakaran Sektor Tebet, Jakarta Selatan, mengisahkan bahwa timnya pernah menerima laporan dari seorang perempuan di bawah umur yang mengaku dihamili kekasihnya. Laporan itu datang lewat pesan singkat ke nomor tanggap darurat milik command center Damkar Tebet.
Dalam pesannya, perempuan yang masih berusia remaja itu mengaku tertekan. "Ia takut untuk cerita ke keluarganya dan instansi lain [dan] ia minta solusi dari pemadam kebakaran," ujar Aga, mengisahkan peristiwa yang terjadi pada 2024 tersebut. Percakapan lewat pesan singkat itu, terang Aga, berlangsung cukup panjang. Dalam pesannya, sang perempuan itu juga bahkan mengaku hendak menghabisi nyawanya. Aga yang kala itu bertugas menerima laporan warga bersama seorang rekan lain mengaku sangat bingung. Pasalnya, mereka tak memiliki keahlian di bidang psikologi dan tak pernah menghadapi masalah seperti ini. "Kami tanya awal mula masalah dan menyarankan untuk menghubungi instansi terkait, tapi ia keukeuh meminta bantuan pemadam kebakaran," ujar Aga lagi.
Lantas, kenapa ia dan rekannya tetap melayani laporan perempuan muda itu? Aga berdalih "sebagai sesama manusia, berusaha saling membantu." "Bagaimana memosisikan [kalau] kita ada di bagian si pelapor. Ketika meminta bantuan, tapi enggak ada orang lain yang membantu," terangnya, seraya menyebut interaksi itu menjadi salah satu pengalaman paling berkesan selama menjadi petugas pemadam kebakaran. "Paling tidak, ia sudah bisa jujur dengan dirinya sendiri dan sudah mengakui kesalahan sendiri," pungkas Aga kepada wartawan Arie Firdaus yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.
Lain lagi kisah kolega Aga di Pos Pemadam Kebakaran Sektor Tebet, Thorikul Huda. Beberapa warga pernah mendatangi pos damkar untuk melaporkan dugaan pencurian di sebuah rumah. Thorikul yang kala itu berjaga di pos pemadam kebakaran mengaku terkejut lantaran perkara itu sejatinya di luar tugas pokoknya sebagai pemadam kebakaran. Namun, lantaran warga telah mendatangi langsung kantor damkar, ia pun mendatangi rumah pelapor guna menangkap orang yang diduga pencuri. "Mereka datang, mau enggak mau kami bantu," kata Thorikul.
Adapula kasus adalah penangkapan lima orang yang diduga telah melakukan pemalakan terhadap masyarakat di Taman Unyil, Kabupaten Semarang pada Minggu (9/2) dini hari. Penangkapan mereka yang diduga pemalak itu dilakukan tim Quick Responses System Satpol PP dan Damkar Kabupaten Semarang. Kepala Dinas Satpol PP dan Damkar Kabupaten Semarang Anang Sukoco menurutkan, penangkapan berawal dari laporan warga yang menyebut telah terjadi insiden pengeroyokan di Taman Unyil yang berjarak tak jauh dari kantor dinas. Tim Quick Responses System kemudian menuju lokasi guna menenangkan situasi serta mengamankan korban pengeroyokan. Setelah dibawa ke kantor Dinas Satpol PP dan Damkar Kabupaten Semarang, terang Anang, belakangan diketahui korban pengeroyokan merupakan pelaku pemalakan. "Setelah itu, baru kami serahkan ke polsek terdekat," terang Anang kepada wartawan Nugroho Putra yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.
Korban KDRT meminta tolong petugas damkar
Perkara-perkara yang dikisahkan itu hanya segelintir kasus dugaan pelanggaran hukum yang melibatkan damkar. Pada Februari lalu, misalnya, seorang perempuan mendatangi pos damkar di Lebak, Banten, untuk melaporkan suaminya yang diduga melakukan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Seperti dilaporkan Kompas.com, sang istri meminta petugas damkar untuk menasihati suaminya. "Suami yang dilaporkan memukul istrinya tersebut ternyata cemburu oleh istrinya yang dekat dengan lelaki lain sehingga terjadi keributan," terang Rian, petugas damkar Lebak. Adapula laporan KDRT lain yang dilakukan seorang perempuan berinisial D ke pos damkar Kota Bekasi. Ia mendatangi damkar karena merasa depresi, bahkan berniat bunuh diri akibat perlakuan suaminya. Terlebih, ia menilai laporan polisi yang dilayangkan tak beroleh tanggapan. Kepolisian belakangan menyangkal anggapan tidak menindaklanjuti laporan D.
Dalam sejumlah unggahan di media sosial, sejumlah warganet menyebut kemunculan fenomena damkar lebih dipilih untuk menyampaikan keluh-kesah karena polri kerap tidak responsif menanggapi laporan.
Apa tugas damkar sesuai aturan?
Merujuk Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2020 tentang Pedoman Nomenklatur Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan, damkar sejatinya tidak mengurusi perkara yang berkaitan pelanggaran hukum. Merujuk Pasal 7 beleid tersebut, damkar memiliki 14 tugas yang keseluruhannya berkaitan dengan penanganan kebakaran —baik pencegahan, pemadaman, maupun edukasi. Adapula tugas penyelamatan dan evakuasi pada kejadian darurat non kebakaran, seperti termuat pada Pasal 7 poin c.
Thorikul Huda mengatakan, penyelamatan meliputi, antara lain, kejadian kecelakaan lalu lintas, pohon tumbang, atau menangkap hewan liar seperti ular yang masuk ke rumah warga. "Soal ular itu termasuk penyelamatan, karena ada potensi bahaya bagi orang di rumah," ujar Thorikul. Penangkapan ular yang masuk ke rumah warga menjadi perkara yang jamak ditangani damkar di sejumlah tempat beberapa waktu terakhir. Adapula penyelamatan kucing, melepas cincin, atau membantu mengambil kunci sepeda motor yang jatuh ke gorong-gorong.
Aga hanya tertawa saat ditanya perihal laporan warga yang terkadang "unik." "Pernah juga ada laporan minta ditemani kondangan," ujarnya tertawa, seraya menambahkan, "Ya, kami kasih pengertian bahwa itu bukan tugas kami." Thorikul menambahkan, seiring perkembangan media sosial, laporan yang datang dari masyarakat yang tidak berkaitan dengan kebakaran memang semakin banyak. Jika dinilai tidak terlalu mendesak —dan datang lewat telepon, Thorikul menyebut ia kerap merespons dengan "memberi pengertian soal tupoksi damkar." "Tapi kalau sampai datang ke markas kami, jika itu urgent, maka akan ditolong," katanya. Ia menyadari beragam laporan itu sebagai sinyal bahwa masyarakat memercayai institusinya. "Karena era globalisasi, masyarakat mendapat info dan kebetulan damkar ini, respons time-nya cepat. Kami cepat [saat] ada laporan, ditangani baik. Itu barangkali yang mendasari masyarakat untuk lapor kejadian apapun ke damkar," ujar Thorikul. "Namun, saya sampaikan ke masyarakat, kami selalu koordinasi dengan rekan-rekan TNI, Polri, Satpol PP, Dishub, atau apapun. [Kami] kerja sama dengan jajaran itu."
Sementara Aga, mengaku bersyukur kendati laporan yang masuk kerap kali tak berkaitan dengan tugas pokok damkar. "Alhamdulillah dipercaya sama masyarakat. Karena, kita pun bidangnya dalam pelayanan masyarakat," pungkasnya. "Apa yang kita dapat, baik itu upah atau hasil dari pekerjaan kita, itu kan juga dari rakyat. Jadi, apa yang kita berikan kepada rakyat itu berasal dari rakyat."
Bagaimana komentar pengamat?
Pengamat kepolisian Bambang Rukminto menilai, fenomena masyarakat yang lebih memilih melapor ke damkar semestinya menjadi pembelajaran bagi kepolisian, terutama soal respons cepat atas laporan masyarakat. Ia menilai, kepolisian selama ini hanya membangun citra, tapi bukan reputasi yang tumbuh lewat kinerja baik. "Reputasi itu tidak ditunjukkan melalui kampanye-kampanye, tetapi dengan salah satunya quick response," ujar Bambang kepada BBC News Indonesia. Polri, terang Bambang, sebenarnya telah memiliki call center 110 dan platform aduan di beragam kepolisian resor, tapi tidak berjalan baik. Bambang menyadari ihwal keterbatasan personel di polres dan polsek, sementara cakupan wilayah tugasnya terkadang terlalu luas —berbeda dengan pemadam kebakaran. Namun, di luar keterbatasan itu, ia menyebut polisi gagal meniru nilai dasar yang menjadi keunggulan damkar: sensitivitas terhadap keluhan masyarakat. "Ini kan tidak sekadar menerima telepon, tapi juga bagaimana memperlakukan pelapor itu dengan manis," ujar Bambang. "Malah, [pelapor] seringkali dipingpong. Laporan awal 110, tapi dilempar ke polsek terdekat. Itu kan memakan waktu dan birokrasi."
Berdasarkan standar quick response time standar PBB, tanggapan atas laporan masyarakat harus di bawah 10 menit. Batas waktu maksimal ini telah dipenuhi damkar. Sejumlah petugas damkar di Pos Pemadam Kebakaran Sektor Tebet menyebut tim bisa tiba di kisaran enam menit. Dalam pernyataan di DPR, Wakapolri Dedi Prasetyo mengakui respons institusinya memang masih jauh dari standar internasional yang dipatok PBB. "Kami masih di atas 10 menit. Ini juga harus kami perbaiki," kata Dedi. Bambang Rukminto menyarankan sejumlah hal kepada Polri agar pelayanan terhadap masyarakat dapat membaik. Pertama, meminta pengoptimalan peran babinkamtibmas di setiap desa agar laporan masyarakat dapat direspons lebih cepat. Dengan call center 100 atau laporan ke polres, respons kepolisian tergolong lamban lantaran harus mendistribusikan tugas ke polsek setempat. Kedua, Polri secara paralel melatih operator pengaduan agar memiliki empati dan awareness terhadap masalah masyarakat. "Selama ini, hal seperti itu tidak tersentuh karena Polri lebih banyak berkegiatan di luar tupoksinya seperti peningkatan tangan, MBG, dan lain-lain. Sementara itu, tupoksinya terkait dengan pelayanan malah terabaikan."
BBC News Indonesia menghubungi Juru Bicara Polri terkait perbaikan yang dilakukan agar lebih cepat merepons keluhan masyarakat, tapi tak beroleh balasan. Namun, dalam pernyataan kepada wartawan di Jakarta, Karopenmas Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Trunoyudo Wisnu Andiko menyebut akan mengubah nomenklatur Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) yang selama ini menjadi garda terdepan pengaduan masyarakat. SPKT akan diubah menjadi Perwira Kesamaptaan yang bertugas mempercepat respons atas pengaduan masyarakat. "Pamapta adalah Perwira Kesamaptaan yang tujuannya adalah merespons cepat dalam menerima aduan setiap masyarakat. Sehingga, Pamapta ini representatif," terang Trunoyudo. "Tidak berfungsi sebagai administratif, tetapi operasional untuk merespons setiap aduan masyarakat, yang kemudian ini harapannya adalah percepatan ketika ada respons dengan dasar dari aduan masyarakat."
Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) yang merupakan lembaga pengawas Polri menilai pengakuan Wakapolri Dedi pada rapat DRP sebagai "komitmen pembenahan dalam memberikan pelayanan" oleh kepolisian. "Kami, sebagai pengawas, akan pantau lebih lanjut [rencana perbaikan polisi]," ujar Komisioner Kompolnas Yusuf Warsyim. "Pernyataan evaluatif itu perlu tindak lanjut, dalam bentuk kebijakan dan strategi untuk mengakselerasi layanan kepolisian terhadap masyarakat." Lalu, apa saran Kompolnas untuk perbaikan layanan Polri terhadap masyarakat? Yusuf menyebut pelayanan multiservis sebagai salah satu solusinya. "Semisal di perlintasan, orang ingin ibadah, bisa numpang di Polsek. Bentuk pelayanan itu kan sering dilakukan pas operasi-operasi, kayak operasi ketupat," terang Yusuf. "Kita berharap multi-service di tingkat polres dan polsek. Multiservis itu yang akan kami dorong."
Dalam survei Litbang Kompas pada Oktober 2025 menunjukkan tingkat kepuasan terhadap Polri mencapai 65,1%. Angka itu meningkat dibanding survei serupa dilakukan Litbang Kompas pada Septeber 2025, di mana kepuasaan terhadap Polri tercatat 42,5%. Sementara, mengingat institusi damkar tidak bersifat nasional seperti kepolisian, tidak pernah ada survei menyeluruh perihal kepuasan kinerja mereka —survei dilakukan damkar di masing-masing daerah. Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan DKI Jakarta, misalnya, mencatat indeks kepuasaan masyarakat mencapai 94,36% pada triwulan II 2025, atau naik dari triwulan I yakni 93,34%. Pemaparan Survei Kepuasan Masyarakat tersebut merupakan pengejawantahan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 14 Tahun 2017.