
Peran Experiential Marketing dalam Membangun Loyalitas Konsumen di Era Digital
Di tengah laju digitalisasi yang pesat, strategi pemasaran tradisional yang menekankan pada promosi produk atau jasa saja semakin tidak relevan untuk menciptakan hubungan jangka panjang dengan konsumen. Konsumen masa kini tidak hanya menginginkan barang atau layanan, tetapi juga menginginkan pengalaman yang menyentuh emosi mereka, memberi nilai lebih, dan membentuk ikatan yang autentik dengan brand. Hal ini bukan sekadar soal membeli, melainkan tentang membangun relasi yang berlangsung lama, berkelanjutan, dan saling menguntungkan.
Pemasaran tradisional yang lebih berfokus pada penyampaian pesan satu arah kini harus digantikan oleh metode yang lebih interaktif, yang mampu mengundang konsumen untuk terlibat secara aktif dalam proses berinteraksi dengan merek. Di sinilah experiential marketing atau pemasaran berbasis pengalaman menjadi solusi yang semakin penting di era digital. Tidak hanya menawarkan barang atau jasa, pemasaran berbasis pengalaman mengajak pelanggan untuk mengalami pengalaman yang menggugah emosi, baik secara digital maupun langsung. Metode ini memungkinkan brand untuk membangun hubungan emosional yang lebih kuat dan bertahan lama dengan konsumen.
Dalam dunia yang dipenuhi informasi, pilihan, dan distraksi digital, brand harus mampu menarik perhatian tidak hanya melalui manfaat fungsional, tetapi juga melalui penciptaan pengalaman yang menggugah perasaan dan persepsi konsumen. Menurut sejumlah riset, pengalaman yang berkesan dapat meningkatkan loyalitas pelanggan secara signifikan, karena konsumen merasa dihargai dan terhubung secara emosional dengan brand yang mereka pilih. Pengalaman ini, yang biasanya dipicu oleh interaksi yang memikat dan kreatif, bukan hanya meningkatkan kepuasan pelanggan, tetapi juga menciptakan loyalitas yang lebih mendalam. Namun, seiring dengan berkembangnya media sosial dan teknologi digital, tantangan terbesar yang dihadapi oleh brand adalah menciptakan pengalaman yang tidak hanya relevan tetapi juga autentik.
Pengalaman yang terkesan palsu atau terlalu komersial justru akan membangun jarak antara brand dan konsumen. Oleh karena itu, menggabungkan inovasi digital dengan nilai-nilai otentik dan personalisasi menjadi kunci bagi perusahaan yang ingin memanfaatkan experiential marketing untuk menciptakan loyalitas yang kuat dan autentik di era digital ini.
Mengapa Experiential Marketing Menjadi Penting di Era Digital?
Di tengah arus deras informasi dan kemajuan teknologi, konsumen kini memiliki lebih banyak kekuatan untuk memilih dan berinteraksi dengan berbagai merek. Platform digital seperti media sosial, situs e-commerce, aplikasi mobile, dan teknologi berbasis AR/VR telah mengubah cara konsumen berinteraksi dengan brand. Iklan konvensional makin tidak menarik bagi konsumen karena mereka setiap hari dihadapkan pada ribuan iklan sehingga hanya pengalaman langsung yang dapat meninggalkan ingatan yang mendalam dan membangun preferensi yang kuat di dunia yang sibuk dan penuh distraksi. Konsumen mencari sesuatu yang lebih. Mereka menginginkan pengalaman yang menyentuh aspek emosional dan kognitif mereka.
Pengalaman yang menarik dan tak terlupakan akan menjadi pengingat yang terus ada dalam pikiran konsumen, mendorong mereka untuk terus kembali. Dalam konteks ini, experiential marketing memungkinkan brand untuk menciptakan pengalaman yang benar-benar menarik perhatian dan merangsang keterlibatan emosional konsumen. Pengalaman semacam ini, yang melibatkan berbagai indera dan merangsang perasaan, memungkinkan brand untuk menonjol di pasar yang ramai. Brand yang berhasil menciptakan pengalaman yang baik bagi konsumen, baik secara langsung maupun digital, akan memperoleh loyalitas yang lebih kuat karena mereka tidak hanya menjual produk, tetapi menciptakan nilai yang dapat dirasakan secara langsung oleh konsumen.
Menurut laporan terbaru oleh Nielsen (2019), sekitar 64 persen konsumen lebih memilih untuk membeli produk dari brand yang mereka anggap memberikan pengalaman yang menarik. Ini membuktikan bahwa pengalaman baik itu yang dipicu oleh interaksi langsung maupun digital memiliki dampak yang lebih besar dibandingkan hanya harga atau kualitas produk semata. Dalam hal ini, penting bagi brand untuk memahami bagaimana pengalaman yang relevan dengan konsumen bisa mempengaruhi keputusan mereka dalam memilih produk atau layanan. Pengalaman yang menciptakan ikatan emosional, seperti yang terlihat pada brand-brand besar seperti Apple atau Nike, menciptakan hubungan yang lebih mendalam dan bertahan lama dengan konsumen mereka (Ryu, Lee, & Kim, 2012).
Lalu, pada beberapa penelitian mengungkapkan bahwa experiential marketing memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap kepuasan dan loyalitas pelanggan. Sebagai contoh, sebuah penelitian di Indonesia menyimpulkan bahwa experiential marketing berdampak positif terhadap loyalitas pelanggan melalui variabel kepuasan (Prasetya, 2023). Di konteks digital khususnya, studi juga menemukan bahwa unsur “virtual experiential marketing” (misalnya filter virtual tryon untuk merek kosmetik) terbukti meningkatkan brand trust dan akhirnya brand loyalty (Khoirunissa & Rufaidah, 2024). Dengan demikian, ketika bisnis mampu menciptakan pengalaman yang dipersonalisasi, imersif, dan memicu emosi baik secara offline maupun online, ini menunjukkan bahwa mereka bukan hanya menjual produk, tetapi membangun hubungan. Di era digital, di mana konsumen dikelilingi pilihan dan distraksi, brand yang mampu memicu keunggulan pengalaman memiliki peluang lebih besar untuk menciptakan loyalitas yang autentik.
Elemen-Elemen Utama dalam Experiential Marketing
Untuk benar-benar memahami dan menerapkan experiential marketing secara efektif, perusahaan perlu menyadari bahwa ada beberapa elemen kunci yang mendasari pendekatan ini. Salah satunya adalah bagaimana menciptakan pengalaman yang berfokus pada lima aspek utama yang dikenal sebagai model 5E: Enter, Explore, Experience, Exit, dan Evangelize.
- Enter: Masuk ke dunia brand dengan cara yang kreatif, menarik perhatian, dan memulai perjalanan pengalaman. Pada titik ini, konsumen mulai tertarik dan merasa terhubung.
- Explore: Konsumen mulai mengeksplorasi lebih lanjut tentang brand melalui informasi, pengalaman interaktif, atau produk yang tersedia, baik itu melalui website, aplikasi, atau event fisik.
- Experience: Ini adalah inti dari experiential marketing—pengalaman yang membuat konsumen merasakan keterlibatan emosional dan memberi mereka rasa kebanggaan atau kegembiraan yang mendalam terkait brand.
- Exit: Momen berakhirnya pengalaman, tetapi yang penting adalah apakah konsumen merasa terinspirasi atau merasa ingin berbagi pengalaman mereka dengan orang lain. Pengalaman ini bisa meningkatkan loyalitas jika konsumen merasa lebih terhubung dengan brand.
- Evangelize: Pada tahap ini, konsumen bukan hanya menjadi pelanggan, tetapi menjadi "evangelist" atau duta merek yang merekomendasikan pengalaman positif mereka kepada orang lain, baik melalui sosial media maupun percakapan langsung.
Proses ini menunjukkan bagaimana pengalaman yang dirancang dengan hati-hati dapat mengubah perilaku konsumen, membuat mereka terhubung lebih dalam dengan brand, dan bahkan mengajak mereka untuk berperan aktif dalam mempromosikan brand itu sendiri. Seperti yang bisa kita lihat pada brand-brand yang sukses seperti Coca-Cola, pengalaman yang dibangun dari elemen-elemen ini telah membantu mereka menciptakan loyalitas jangka panjang yang lebih kuat, tidak hanya berfokus pada produk, tetapi juga pada nilai-nilai dan cerita yang mereka bawa.
Selain itu, untuk dapat memanfaatkan experiential marketing secara efektif, bisnis harus memperhatikan lima elemen utama yang sering muncul dalam literatur. Konsep ini pertama diperkenalkan dalam literatur klasik experiential marketing dan kemudian banyak diadopsi oleh penelitian (Asyhari & Dermawan, 2024). Lima elemen ini adalah sebagai berikut:
- Sense: Melibatkan panca indera yakni visual, audio, aroma, sentuhan agar pengalaman terasa nyata dan memikat.
- Feel: Menyentuh dimensi emosi pelanggan, menciptakan keterikatan emosional (emotional connection).
- Think: Mendorong konsumen berpikir—tertentu ide, refleksi, atau pengakuan atas nilai brand.
- Act: Mendorong tindakan nyata, misalnya partisipasi, berbagi di sosial media, atau komunitas brand.
- Relate: Membina hubungan sosial baik antar-konsumen maupun antara konsumen dan brand guna menciptakan komunitas, pengalaman bersama, atau identitas kolektif.
Dalam praktik digital, elemen-elemen ini bisa diterjemahkan lewat: event pop-up fisik yang digabung dengan kampanye online, filter AR/VR untuk mencoba produk secara virtual, gamifikasi dalam aplikasi mobile, kampanye berbagi (shareable experience) di media sosial, hingga komunitas brand yang dipimpin oleh konsumen (brand ambassadors).
Contoh relevan di Indonesia: sebuah penelitian menyebut bahwa layanan aplikasi digital seperti LinkAja memperkuat loyalitas pelanggan lewat experiential marketing yang meningkatkan citra brand dan menyentuh aspek emosional pengguna. Artinya, pengalaman tidak sekadar “bagus” secara visual, tetapi juga “berarti” untuk konsumen—menyentuh emosi, memicu interaksi, dan akhirnya menciptakan komitmen.
Bagaimana Experiential Marketing Membangun Loyalitas yang Autentik?
Loyalitas yang autentik tidak hanya terjadi karena produk yang ditawarkan bagus atau harga yang bersaing. Loyalitas dibangun atas dasar pengalaman yang menyentuh dan relevansi emosional dengan merek. Konsumen cenderung tetap setia pada brand yang mereka anggap memahami kebutuhan mereka, memberikan pengalaman yang relevan dan berkesan, serta menciptakan nilai lebih selain hanya produk itu sendiri.
Penerapan experiential marketing yang sukses tidak hanya mendorong konsumen untuk melakukan pembelian ulang, tetapi juga memperkuat hubungan mereka dengan brand. Pengalaman yang autentik sering kali mendorong konsumen untuk menjadi lebih dari sekadar pembeli; mereka menjadi pendukung setia dan bahkan duta merek. Ketika pelanggan merasa bahwa mereka telah mengalami sesuatu yang lebih dari sekadar transaksi ekonomi, mereka cenderung berbagi pengalaman mereka dengan orang lain, baik melalui media sosial, ulasan, atau percakapan langsung.
Sebagai contoh, event-event besar seperti Apple Product Launch atau kampanye-kampanye kreatif dari brand seperti Nike, Starbucks, dan Red Bull, telah menunjukkan bagaimana pengalaman yang benar-benar resonan dengan konsumen dapat mengubah mereka menjadi loyalis yang lebih berkomitmen. Mereka bukan hanya membeli produk, tetapi menjadi bagian dari komunitas yang lebih besar, yang pada gilirannya mendorong mereka untuk terus berinteraksi dan mendukung brand tersebut.
Tantangan dan Peluang di Era Digital
Meskipun potensi experiential marketing sangat besar, ada beberapa tantangan yang harus dihadapi oleh perusahaan. Salah satunya adalah pengelolaan pengalaman yang konsisten di berbagai platform dan kanal. Konsumen saat ini tidak hanya berinteraksi dengan brand secara langsung, tetapi juga melalui digital, media sosial, dan berbagai saluran komunikasi lainnya. Oleh karena itu, penting bagi brand untuk memastikan pengalaman yang mereka tawarkan dapat terhubung dan konsisten di semua kanal tersebut.
Selain itu, teknologi juga membawa tantangan baru dalam hal personalisasi dan relevansi. Pengalaman yang dibuat harus benar-benar menyentuh konsumen pada tingkat pribadi, dengan memperhatikan preferensi, kebiasaan, dan kebutuhan mereka. Di sinilah pentingnya pemanfaatan data untuk menciptakan pengalaman yang lebih terarah dan berbasis personal. Kegagalan untuk memberikan pengalaman yang sesuai ekspektasi dapat berdampak negatif dan menyebar cepat melalui media digital.
Namun, meskipun ada tantangan, peluang untuk mengintegrasikan teknologi dan media sosial dengan experiential marketing juga sangat besar. Dengan menggunakan inovasi seperti augmented reality (AR), virtual reality (VR), dan gamifikasi, brand dapat menciptakan pengalaman yang benar-benar unik dan mendalam, yang tidak hanya menarik tetapi juga menyenangkan dan berkesan.
Strategi Terkuat di Era Digital
Experiential marketing telah berkembang menjadi salah satu strategi terkuat di era digital. Membangun loyalitas yang autentik bukan lagi hanya soal menawarkan produk yang bagus, tetapi bagaimana membangun hubungan yang lebih dalam dengan konsumen melalui pengalaman yang menggugah perasaan dan pikiran mereka. Brand yang sukses di era digital adalah yang mampu memanfaatkan teknologi dan kreativitas untuk menciptakan pengalaman yang mengesankan dan relevan. Dengan cara ini, mereka tidak hanya menciptakan loyalitas yang lebih kuat, tetapi juga membangun komunitas yang lebih besar dan lebih setia.