Penampilan Khas yang Berubah Sesuai Musim
Onager (Equus hemionus) memiliki penampilan yang menarik dan khas, yang bisa berubah sesuai musim. Secara fisik, onager terlihat lebih mirip kuda daripada keledai domestik yang kita kenal. Ia memiliki tubuh yang lebih besar dari keledai, dengan tinggi bahu mencapai 1,5 meter dan berat sekitar 250 kg. Telinganya cukup besar dan memiliki surai pendek yang berdiri tegak, menambah kesan gagah pada penampilannya.
Salah satu keunikan onager adalah warna bulunya yang bisa beradaptasi dengan perubahan musim. Saat musim panas, bulunya akan berwarna cokelat kemerahan yang membantunya berkamuflase di lingkungan gurun pasir. Namun, ketika musim dingin tiba, bulunya akan tumbuh lebih panjang dan warnanya berubah menjadi abu-abu kekuningan, sementara bagian bawah tubuhnya seperti perut dan panggul tetap berwarna putih. Ciri khas lainnya adalah garis punggung berwarna gelap yang kontras dengan bulu pucatnya, sering kali dibingkai oleh strip putih tipis di kedua sisinya.

Pelari Cepat dan Tangguh di Alam Liar
Hidup di lanskap yang terbuka dan keras membuat onager mengembangkan kemampuan lari yang luar biasa sebagai mekanisme pertahanan utama. Mereka tidak memiliki banyak tempat untuk bersembunyi dari predator, sehingga kecepatan menjadi kunci kelangsungan hidupnya. Onager mampu berlari dengan kecepatan puncak hingga 70 km/jam dalam jarak pendek.
Kemampuan larinya tidak hanya soal kecepatan sesaat. Onager juga dikenal memiliki stamina yang luar biasa, memungkinkannya mempertahankan kecepatan berlari sekitar 50 km/jam untuk waktu yang lama. Daya tahan ini sangat penting untuk melarikan diri dari predator seperti serigala abu-abu, predator utama mereka di alam liar, serta untuk melakukan perjalanan jauh melintasi gurun demi mencari sumber air dan makanan yang langka. Dengan kemampuan ini, onager menjadi salah satu mamalia darat tercepat dan paling tangguh di habitatnya.

Sangat Adaptif Terhadap Lingkungan Gurun yang Ekstrem
Onager adalah penghuni sejati habitat stepa, semi-gurun, dan dataran gurun. Mereka tersebar dari Iran, Turkmenistan, hingga India dan Tiongkok. Lingkungan ini dikenal memiliki curah hujan yang sangat sedikit dan sumber daya yang terbatas. Namun, onager telah berevolusi untuk bisa bertahan dalam kondisi yang menantang ini. Sebagian besar kebutuhan air mereka terpenuhi dari tanaman yang mereka makan, seperti rerumputan, semak, dan dedaunan.
Meskipun begitu, mereka tetap harus berada dalam radius sekitar 20 kilometer dari sumber air permanen, terutama untuk induk yang sedang menyusui. Onager biasanya merumput pada waktu yang lebih sejuk, seperti pagi dan sore hari, untuk menghindari panas terik di siang hari. Saat musim dingin tiba dan suhu menjadi sangat dingin, mereka menumbuhkan bulu yang lebih tebal dan lebat untuk melindungi diri. Kemampuan adaptasi inilah yang membuat mereka mampu bertahan di salah satu lingkungan paling keras di bumi.

Struktur Sosial yang Bisa Berubah-ubah
Kehidupan sosial onager cukup fleksibel dan dapat bervariasi tergantung pada kondisi lingkungan dan ketersediaan sumber daya. Pada umumnya, mereka hidup dalam kawanan. Induk onager biasanya akan hidup bersama anak-anak mereka dalam kelompok yang terdiri dari betina dan anak-anak lainnya. Sementara itu, pejantan yang lebih tua seringkali memilih untuk hidup menyendiri (soliter).
Sistem sosial onager bisa berupa pertahanan teritorial, di mana pejantan dominan akan menjaga wilayah utama yang kaya sumber daya untuk menarik betina. Namun, dalam kondisi lain, mereka juga dapat membentuk sistem harem, di mana satu pejantan dominan akan menjaga sekelompok betina dari pejantan lain. Selama musim kawin, biasanya sekitar pertengahan Juni, para pejantan akan bertarung sengit untuk memperebutkan hak kawin dengan betina.

Pernah Dijinakkan Tapi Gagal Total
Manusia pada zaman kuno sebenarnya sudah mencoba untuk mendomestikasi onager untuk dijadikan hewan pekerja, mirip dengan kuda atau keledai. Bahkan, beberapa sumber menyebutkan bahwa legiun Romawi kuno pernah menggunakan hewan ini untuk menarik mesin perang mereka. Namun, upaya penjinakan ini pada akhirnya ditinggalkan karena satu alasan utama: onager memiliki temperamen yang sangat sulit diatur dan keras kepala.
Upaya untuk sepenuhnya menjinakkan onager akhirnya "ditinggalkan" karena manusia merasa lebih mudah untuk menjinakkan kuda dan keledai. Sifatnya yang liar dan tidak mau tunduk inilah yang membuat onager tetap menjadi hewan liar hingga hari ini. Karakter mereka yang kuat dan mandiri memastikan bahwa mereka akan selalu menjadi penguasa alam liar, bukan hewan peliharaan atau pekerja.

Populasinya Terancam Punah Karena Ulah Manusia
Saat ini, onager menghadapi ancaman serius terhadap kelangsungan hidupnya. Status konservasi onager secara umum adalah "Near Threatened" atau mendekati terancam. Namun, beberapa subspesiesnya, seperti Onager Persia, sudah berada dalam status "Endangered" atau terancam punah. Diperkirakan hanya tersisa sekitar 600-700 individu Onager Persia di alam liar, yang sebagian besar berada di kawasan lindung di Iran.
Ancaman utama bagi onager datang dari aktivitas manusia. Perburuan liar untuk diambil daging dan kulitnya, hilangnya habitat akibat pembangunan infrastruktur, serta kompetisi dengan ternak untuk mendapatkan air dan makanan menjadi penyebab utama penurunan populasi mereka. Upaya konservasi terus dilakukan, termasuk program pengembangbiakan dan reintroduksi ke habitat aslinya, seperti yang dilakukan di Arab Saudi, untuk menyelamatkan spesies karismatik ini dari kepunahan.
