Laporan Perkembangan Konflik Tanah Adat di Sumba Timur
Kepala Kantor Pertanahan Sumba Timur, Kuntoro Hadi Saputra mengungkapkan bahwa pihaknya masih dalam proses konsultasi dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) terkait masalah tanah adat suku Kalawua yang berada di Desa Praimadita, Kecamatan Karera. Hal ini disampaikan saat menanggapi aksi demonstrasi yang dilakukan oleh Aliansi Masyarakat Peduli Sumba Timur di halaman Kantor Pertanahan pada Jumat (28/11/2025).
“Kami akan melakukan secepatnya. Kami akan berkomunikasi dan konsultasi ke pimpinan kami. Kami di sini sebagai pelaksana. Tidak bisa mengambil kebijakan yang bersifat sentra. Dan tidak juga kami bisa membuat keputusan,” katanya.
Ia menegaskan bahwa Kantor Pertanahan Sumba Timur merupakan perpanjangan tangan pemerintah pusat dan tidak memihak pihak mana pun dalam penyelesaian masalah tersebut. “Kami kantor pertanahan sebagai kepanjangan tangan pemerintah pusat dalam hal ini berdiri di tengah. Tidak mengakomodir salah satu pihak dan tidak merugikan salah satu pihak. Itu yang kami pegang secara teguh,” tegasnya.
Seluruh aspirasi masyarakat lanjutnya, akan ditampung dan diteruskan kepada pimpinan yang memiliki kewenangan untuk memutuskan.
Aksi Demonstrasi Aliansi Masyarakat Peduli Sumba Timur
Aksi demonstrasi yang digelar Aliansi Masyarakat Peduli Sumba Timur di Kantor Pertanahan pada Jumat (28/11/2025) berkaitan dengan status kepemilikan tanah Kalawua di Desa Praimadita, Kecamatan Karera. Aksi dimulai sekira pukul 10.00 Wita dan diikuti ratusan orang. Mereka datang menggunakan puluhan motor, mobil, dan truk lebih dari dua unit.
Tiba di halaman Kantor Pertanahan, mereka mulai berorasi. Orasi dilakukan secara bergantian mulai dari koordinator aliansi, perwakilan tokoh adat, kepala suku, kelompok muda hingga tokoh masyarakat. Dalam aksinya, mereka juga membawa dan membentang sejumlah poster berisikan sejumlah poin tuntutan, antara lain:
- Mendukung ATR/BPN agar tetap berdiri teguh atas regulasi yang sesuai dengan hukum.
- Marga Nipa tidak mau ada perpecahan dengan warga apa pun termasuk marga Kalawua.
- Jika ada pihak yang dirugikan silakan ke ranah hukum.
- Marga Nipa dan marga Kalawua adalah satu kesatuan.
- Mendukung ATR/BPN berdiri atas dasar hukum.
Dalam aksi demonstrasi itu, aliansi gabungan yang terdiri dari beberapa organisasi dan para marga di Kecamatan Karera menyampaikan pernyataan sikap mereka. Antara lain:
- Mendukung dan meminta kepada ATR/BPN Sumba Timur agar tidak tergoyahkan dengan hasil Prona yang dilaksanakan pada tahun 2015 karena sudah menerbitkan sertifikat hak milik, yang mana dalam penerbitan sertifikat tersebut sudah sesuai dengan prosedur dan mekanisme berdasarkan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
- Meminta kepada ATR/BPN Sumba Timur untuk tidak melakukan peninjauan kembali, sebab hak atas tanah sudah menjadi hak milik keluarga Nipa yang sudah memiliki kekuatan hukum yang dikeluarkan oleh ATR/BPN Sumba Timur.
- Meminta ATR/BPN Sumba Timur mengabulkan permohonan penolakan kunjungan kerja kepala ATR/BPN ke objek tanah yang dimaksud yang telah dikirimkan pada tanggal 26 November 2025.
Adapun perwakilan kabihu/marga yang menandatangani pernyataan tersebut yakni, Kambaru Halakadu (Kabihu Malari), Kalawua Mangutu Wandir (Kabihu Kalawua), S. B. Kaya (Kabihu Bulura), Tawutu-Umbu Ndawa Natar (Kabihu Tawutu), dan Njaha Hiwa Ngandung (Kabihu Puruwa).
Tuduhan DPRD Tidak Pro Rakyat
Sebelumnya, terkait konflik agraria itu, Aliansi Garda Aman menggelar aksi demonstrasi di Gedung DPRD Sumba Timur pada Selasa (25/11/2025). Dalam aksi itu, mereka menolak keputusan DPRD yang dinilai tidak pro rakyat.
“Aksi ini tentang penolakan terhadap keputusan DPR yang dinilai tidak pro terhadap rakyat atau tidak menjalankan tugas dan fungsinya,” kata Koordinator Aksi yang merupakan Ketua GMKI Cabang Waingapu, Umbu Kudu Jangga Kadu kepada Erfa News.
Hal itu, kata dia, karena saat melakukan RDP pada 28 Oktober 2025, aliansi menuntut agar Komisi A DPRD melihat dan meninjau langsung keadaan di lapangan, terkait konflik agraria yang menimpa masyarakat adat suku Kalawua dan keluarga besar Nggoti.
Tuntutan waktu itu, lanjutnya, DPRD melakukan uji petik dan melihat fakta di lapangan, dengan memanggil kelompok terkait yang berkonflik. “Namun, sampai hari ini tidak dilakukan DPRD,” ungkapnya.
Hal tersebut kata dia, tidak sesuai dengan apa yang disampaikan dalam proses audiensi sebelumnya, yang kemudian menjadi tuntutan aliansi Garda Aman hari ini. “DPRD bukannya memberikan jawaban yang sekiranya memberikan kepuasan, tetapi malah saling dorong-dorongan dan akhirnya ada keributan,” ungkapnya.
Ia menambahkan, Garda Aman akan terus melakukan aksi massa dengan jumlah yang lebih banyak dalam dua hari ke depan.
Bantahan Keluarga Nggoti
Keluarga Besar Nggoti (KBN) memberikan bantahan atas tuduhan dari Aliansi Garda Aman terkait dugaan perampasan tanah adat milik suku Kalawua di Desa Praimadita, Kecamatan Karera, Kabupaten Sumba Timur, pada Selasa (28/10/2025). Melalui penasihat hukum Aris Manja Palit, Keluarga Besar Nggoti menyampaikan klarifikasi secara lengkap.
Aris mengatakan, pihaknya telah menjadi korban pembingkaian (framing) di media sosial dan pemberitaan bahwa telah melakukan perampasan atas objek tanah yang dimaksud. Framing tersebut kata dia bahkan menyeret nama sejumlah tokoh penting daerah dan sejumlah wakil rakyat.
“Framing ini menurut kami sangat jahat, tidak hanya menyinggung Keluarga Besar Nggoti, tetapi menyinggung semua nama-nama besar. Termasuk bupati, anggota DPR RI, anggota DPRD dengan membangun suatu framing bahwa ini ada kerja sama supaya memuluskan rencana daripada membangun pariwisata di daerah tersebut,” katanya dalam konferensi pers.
Aris Manja Palit menjelaskan bahwa, pada tahun 2014 Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Sumba Timur mengadakan Proyek Operasi Nasional Agraria (PRONA) dengan melakukan pengukuran bidang tanah di tiga desa. Yaitu di Desa Praimadita, Desa Anajaki dan Desa Nggongi di Kecamatan Karera. Jadi bukan hanya satu desa.
“Seolah-olah satu objek inilah (Praimadita) yang dirampas sebagaimana yang dituduhkan selama ini. Padahal kronologisnya, pada tahun 2014 dilakukan pengukuran, datang riset, bertemu masyarakat, tanya sana sini benar tidak ada masalah, itu sudah dilakukan BPN,” katanya.
“Bahkan memanggil kepala desa setempat, RT RW serta seluruh masyarakat untuk hadir pada saat itu supaya menyaksikan bersama, bahwa proses dilakukan tidak tertutup. Dan proses pengukuran ini pun PRONA bukan independen, bukan pribadi, bukan permohonan individual, tetapi program pemerintah. Sehingga tuduhan itu tidak benar,” tambahnya.
Ia menegaskan, pada saat pengukuran dari pihak BPN, tidak ada masyarakat yang menyampaikan keberatan terhadap pengukuran tersebut. Kemudian, pihak BPN melakukan proses lebih lanjut dengan menerbitkan sertifikat hak milik (SHM) atas nama milik Keluarga Besar Nggoti tahun 2015.
DPRD Sumba Timur Dorong Penyelesaian Ke Jalur Hukum
Wakil Ketua I DPRD Sumba Timur, Umbu Kahumbu Nggiku yang merespons tuntutan Aliansi Garda Aman pada Selasa (25/11/2025), menyebut lembaga dewan menyerahkan penyelesaian masalah tanah adat Suku Kalawua dengan keluarga besar Nggoti untuk diproses melalui jalur hukum.
“Komisi A sudah jelas merekomendasikan agar persoalan ini berproses secara hukum,” katanya kepada Erfa News.
Tanah yang dipermasalahkan tersebut telah memiliki sertifikat dari Badan Pertanahan Nasional (BPN). Karena itu, ia mempersilakan Aliansi Garda Aman untuk melakukan aksinya ke Kantor Pertanahan atau menempuh langkah hukum melalui pengadilan.
“Tanah itu sudah bersertifikat dan sudah pernah ada putusan pengadilan,” ujarnya.