Liverpool dalam Krisis: Statistik Mengungkap Kehancuran di Awal Musim
Liverpool, yang sebelumnya menjadi juara Liga Primer musim lalu, kini tengah menghadapi krisis besar. Performa mereka di awal musim ini mengejutkan banyak pihak dan menunjukkan bahwa mereka sedang menjalani salah satu start terburuk dalam sejarah Liga Primer. Kekalahan demi kekalahan terus menghantam skuad asuhan Arne Slot, memicu pertanyaan besar tentang apa yang sebenarnya terjadi pada tim yang dulu sangat dominan.
Kekalahan 4-1 dari PSV di pentas Eropa hanyalah puncak dari masalah yang lebih dalam. Di Liga Primer, The Reds telah menelan enam kekalahan dari tujuh pertandingan terakhir. Angka ini sangat kontras dengan dominasi mereka sebelumnya. Posisi ke-12 di klasemen sementara menjadi tamparan keras bagi tim yang baru saja mengangkat trofi. Situasi ini bukan sekadar penurunan performa biasa; data sejarah menunjukkan bahwa Liverpool sedang menjalani salah satu pertahanan gelar terburuk yang pernah disaksikan dalam era modern sepakbola Inggris.
Statistik Horor: Enam Kekalahan dalam 12 Laga
Awal musim Liverpool benar-benar di luar dugaan semua pihak. Statistik mencatat bahwa The Reds telah menelan enam kekalahan hanya dalam 12 pertandingan awal Liga Primer musim ini. Angka ini menempatkan mereka dalam daftar elite yang tidak diinginkan, di mana hanya ada tiga juara bertahan lain dalam sejarah Liga Primer yang pernah memulai musim seburuk ini.
Liverpool kini bersanding dengan Blackburn Rovers (1995/96), Chelsea (2015/16), dan Leicester City (2016/17) sebagai juara bertahan yang menderita minimal enam kekalahan di 12 laga pembuka. Fakta bahwa mereka masuk dalam kelompok ini adalah indikator kuat bahwa masalah di tubuh tim sangatlah fundamental, bukan sekadar nasib buruk sesaat.
Daftar Juara Bertahan dengan Start Terburuk (12 Laga Awal)
| Tim | Musim | Menang | Imbang | Kalah | Poin | Posisi Akhir |
|---|---|---|---|---|---|---|
| Chelsea | 2015/16 | 3 | 2 | 7 | 11 | 10 |
| Leicester | 2016/17 | 3 | 3 | 6 | 12 | 12 |
| Blackburn | 1995/96 | 4 | 2 | 6 | 14 | 7 |
| Liverpool | 2025/26 | 6 | 0 | 6 | 18 | ? |
Tabel di atas menunjukkan, meski poin Liverpool (18) masih sedikit lebih baik dari para pendahulunya yang gagal, tren kekalahan mereka sangat mengkhawatirkan. Sejarah mencatat bahwa tim-tim dalam daftar ini gagal bangkit secara signifikan dan harus puas finis di papan tengah. Nasib serupa kini membayangi Liverpool jika mereka tidak segera melakukan perbaikan drastis.
Jejak Kelam Chelsea 2015 dan Leicester 2016
Kasus Chelsea di musim 2015/16 adalah peringatan paling nyata dan menakutkan bagi Liverpool. Saat itu, di bawah Jose Mourinho, The Blues hancur lebur dengan tujuh kekalahan dari 12 laga awal dan hanya mengumpulkan 11 poin. Krisis tersebut berujung pada pemecatan Mourinho sebelum Natal, sebuah skenario yang kini mulai membayangi Slot di Anfield.
Leicester City di musim 2016/17 juga mengalami nasib serupa yang tak kalah tragis. Setelah dongeng juara yang ajaib, mereka kembali ke bumi dengan keras, hanya meraih 12 poin dari 12 laga awal. Claudio Ranieri, sang arsitek juara yang dipuja-puja, akhirnya harus kehilangan jabatannya karena gagal menghentikan penurunan performa tim.
Persamaan pola antara Liverpool saat ini dan kedua tim tersebut sangat mencolok. Tim yang sebelumnya solid tiba-tiba kehilangan identitas, pertahanan menjadi rapuh, dan kepercayaan diri runtuh seketika. Liverpool saat ini menunjukkan gejala yang sama, terutama menyusul kekalahan beruntun dengan margin besar yang belum pernah terjadi sejak 1965.
Harapan di Tengah Klasemen yang Ketat
Meski situasi terlihat suram, ada satu anomali statistik yang mungkin bisa menjadi penyelamat Liverpool musim ini. Meski terpuruk di posisi ke-12, jarak poin Liverpool ke posisi empat besar (zona Liga Champions) ternyata sangat tipis. Hal ini disebabkan oleh ketatnya persaingan di papan tengah hingga atas musim ini.
Data menunjukkan bahwa Aston Villa yang berada di peringkat keempat hanya unggul tiga poin dari Liverpool. Jarak antara peringkat 12 dan peringkat empat tidak pernah serapat ini dalam sejarah Liga Primer pada tahap ini (setelah 12 laga). Ini memberikan secercah harapan bahwa satu rentetan kemenangan bisa mengubah nasib musim mereka secara drastis.
Ketatnya Persaingan Papan Tengah-Atas
| Posisi | Tim | Poin | Selisih dengan Liverpool |
|---|---|---|---|
| 4 | Aston Villa | 21 | +3 |
| ... | ... | ... | ... |
| 12 | Liverpool | 18 | 0 |
Namun, pertanyaannya adalah apakah Liverpool memiliki mentalitas dan kualitas untuk memanfaatkan situasi ini? Tanpa perbaikan segera, ketatnya poin ini justru bisa menjadi pedang bermata dua. Satu kekalahan lagi bisa melempar mereka lebih jauh ke bawah, sementara kemenangan beruntun bisa melontarkan mereka kembali ke persaingan elit.
Ancaman Pemecatan: Sejarah Manajer Juara
Posisi Slot kini berada di ujung tanduk seiring dengan memburuknya performa tim. Sejarah Liga Primer tidak ramah bagi manajer juara yang gagal mempertahankan performa di musim berikutnya. Mourinho dan Ranieri adalah bukti nyata bahwa status "juara bertahan" tidak memberikan kekebalan hukum dari pemecatan.
Mourinho dipecat hanya 228 hari setelah mengangkat trofi, sementara Ranieri bertahan 297 hari. Slot, yang membawa Liverpool juara pada April 2025, kini memasuki zona waktu berbahaya tersebut. Jika tren negatif berlanjut, ia bisa bergabung dalam daftar pendek manajer yang dipecat kurang dari setahun setelah menjadi juara.
Manajer Dipecat Setelah Juara (Kurang dari 1 Tahun)
| Manajer | Klub | Hari Sejak Juara |
|---|---|---|
| Jose Mourinho | Chelsea | 228 hari |
| Claudio Ranieri | Leicester | 297 hari |
| Roberto Mancini | Man City | 365 hari |
Tekanan eksternal semakin kuat dan tak terbendung. Meski manajemen mungkin mempertimbangkan faktor non-teknis seperti duka tim pasca-tragedi Diogo Jota, sepakbola tetaplah bisnis hasil. Slot harus segera menemukan solusi taktis dan mental atau bersiap menghadapi nasib yang sama dengan para pendahulunya yang dipecat tak lama setelah pesta juara.
Musim Pertaruhan bagi Liverpool
Musim 2025/26 ini telah berkembang menjadi sebuah pertaruhan besar bagi reputasi Liverpool. Mereka tidak hanya berjuang mempertahankan gelar, tetapi juga berjuang menyelamatkan harga diri dari potensi menjadi salah satu juara bertahan terburuk dalam sejarah Liga Primer. Risiko kehilangan tempat di kompetisi Eropa musim depan kini menjadi ancaman nyata.
Statistik menunjukkan bahwa finis di luar zona Eropa adalah kemungkinan yang sangat nyata jika performa saat ini berlanjut. Hanya Blackburn (7), Man United (7), Chelsea (10), dan Leicester (12) yang pernah finis di luar enam besar sebagai juara bertahan. Liverpool tentu tidak ingin namanya tercatat dalam daftar kelam tersebut.
Slot dan pasukannya harus segera "menekan tombol reset" dan melupakan kejayaan masa lalu. Dengan tabel klasemen yang masih memberikan peluang matematis untuk bangkit, nasib mereka sebenarnya masih ada di tangan sendiri. Namun, konsistensi adalah kunci yang hilang saat ini.
Waktu terus berjalan, dan setiap poin yang hilang kini mendekatkan mereka pada catatan sejarah yang negatif. Liverpool harus bangkit sekarang, menemukan kembali identitas permainan mereka, atau bersiap untuk menjalani sisa musim yang penuh penyesalan dan melupakan mimpi mempertahankan gelar.