Tantangan Inpres: Infrastruktur Jaringan Andal untuk Pemerataan Pendidikan

Erlita Irmania
0


Digitalisasi di sektor pendidikan kini menjadi hal yang tidak terhindarkan. Sistem pembelajaran berbasis digital akan menjadi penentu utama kualitas pendidikan suatu negara, termasuk Indonesia. Laporan Programme for International Student Assessment (PISA) OECD berjudul “21st-Century Readers: Developing Literacy Skills in a Digital World” (2021) menunjukkan bahwa akses teknologi digital seperti komputer dan internet serta pelatihan kritis di sekolah memengaruhi tingkat literasi digital.

Siswa yang mampu menelusuri informasi secara terarah dan efisien mencatat skor membaca rata-rata 570 poin. Angka ini lebih tinggi dibandingkan siswa yang tidak memiliki keterampilan navigasi digital, yakni 524 poin. Dari temuan tersebut, literasi abad ke-21 tidak lagi terbatas pada kemampuan membaca, tetapi juga mencakup kemampuan memilah fakta dan opini, menilai kredibilitas sumber, serta berpikir kritis di tengah banjir informasi.

Manfaat digitalisasi pendidikan juga diungkap dalam laporan UNESCO - Global Education Monitoring Report 2023. Laporan ini menegaskan bahwa peningkatan akses digital merupakan fondasi bagi sistem pendidikan yang lebih inklusif dan adaptif jika diiringi dengan kebijakan, regulasi, serta penggunaan yang tepat. Dalam laporan tersebut, UNESCO menekankan bahwa teknologi harus diperlakukan sebagai alat, bukan solusi total. Pelatihan guru dan persiapan sistem diperlukan agar teknologi dan digitalisasi bisa digunakan secara efektif dan aman.

Percepatan digitalisasi pendidikan

Pemerintah sendiri tengah gencar melakukan percepatan digitalisasi pendidikan. Terbaru, Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 2025 tentang Revitalisasi Satuan Pendidikan, SMA Unggul Garuda, dan Digitalisasi Pembelajaran diterbitkan untuk mendorong pemerataan kualitas pendidikan berbasis teknologi di seluruh Indonesia. Salah satu target konkret inpres tersebut adalah memfasilitasi akses pembelajaran digital berupa layar televisi atau interactive flat panel (IFP) untuk 288.865 sekolah dari jenjang pendidikan anak usia dini (PAUD) hingga pendidikan menengah pada tahun ini. Dalam satu tahun ke depan, seluruh sekolah ditargetkan mempunyai IFP.

Dengan IFP, guru diharapkan dapat menghadirkan pembelajaran visual dan kolaboratif yang memulihkan semangat belajar. Siswa tidak hanya melihat, membaca, dan mendengar, tetapi juga mengalami. Harapannya, digitalisasi pembelajaran tersebut mampu mendorong motivasi belajar, memudahkan pemahaman materi, serta meningkatkan keterampilan digital. Skor literasi dan numerasi pun bisa meningkat.

Tantangan dan peluang

Digitalisasi pembelajaran yang dijalankan pemerintah menawarkan sejumlah peluang sekaligus tantangan. Dosen dan peneliti di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah dan CSEAS Indonesia Mohammad Nur Rianto menyebutkan bahwa digitalisasi pendidikan dapat meningkatkan pemerataan akses dan pengurangan kesenjangan. Meski demikian, ada tantangan besar, yakni kesenjangan antardaerah, seperti ketersediaan guru yang berkualitas, fasilitas yang baik, dan akses ke konten yang up-to-date.

Konten video, simulasi, IFP interaktif bisa membantu siswa memahami konsep yang sulit tanpa harus bergantung sepenuhnya pada guru lokal yang mungkin tidak mahir materi tertentu. “Dengan demikian, kualitas pembelajaran dapat meningkat di daerah-daerah yang selama ini tertinggal,” tulis Nur Rianto dalam kolom berjudul “Menakar Dampak Digitalisasi Pendidikan” di Erfa News, Rabu (15/10/2025).

Selanjutnya, digitalisasi pendidikan mampu menghasilkan inovasi metode dan pengajaran yang lebih dinamis. Perangkat seperti IFP, multimedia, video, animasi, serta simulasi interaktif bisa membuat pembelajaran lebih hidup. Melalui perangkat tersebut, guru bisa menggunakan metode belajar yang lebih variatif, seperti blended learning, flipped classroom, pembelajaran berbasis proyek (project-based learning), interaksi real time melalui platform digital, serta gamifikasi.

Inovasi tersebut berpotensi meningkatkan motivasi dan pemahaman siswa. Pasalnya, metode ini tidak hanya membuat siswa menyimak pelajaran, tetapi juga ikut aktif dalam belajar, mengeksplorasi, berdiskusi, dan memecahkan masalah. “Ini membuat hasil belajar bisa lebih baik, siswa bisa lebih kritis dan kreatif, di mana keterampilan ini yang sangat dibutuhkan di era global dan digital,” tulisnya.

Akan tetapi, Nur Rianto juga mewanti-wanti bahwa terdapat sejumlah risiko dalam menjalankan digitalisasi pendidikan. Jika tidak diantisipasi, hal ini dapat menghambat dan menurunkan kualitas pendidikan. Salah satunya infrastruktur yang belum merata dan kualitas konektivitas. Menurutnya, banyak sekolah di daerah terpencil masih mengalami berbagai masalah, seperti listrik yang tidak selalu ada, internet lambat atau tidak stabil, dan bahkan sinyal tidak tersedia dengan baik.

Jika perangkat sudah dikirim, tetapi tidak bisa digunakan dengan baik karena koneksi buruk, manfaatnya pun menjadi jauh berkurang. Perangkat bisa menjadi mubazir jika tidak ada dukungan operasional yang memadai.

Solusi multi-pihak

Sebagai solusi, Nur Rianto mendorong kolaborasi multi-pihak. Pemerintah pusat, pemerintah daerah, sekolah, guru, akademisi, komunitas teknologi, pihak swasta, dan orangtua perlu bersinergi. Untuk mendukung digitalisasi pendidikan, termasuk pembelajaran, sekolah juga bisa proaktif dengan menjalin kerja sama dengan pihak swasta. Bagaimanapun, dukungan infrastruktur jaringan yang andal menjadi syarat mutlak agar program digitalisasi pendidikan dapat berjalan lancar.

Biznet, misalnya, memiliki produk Biznet EducationNET untuk keperluan digitalisasi pendidikan sekolah. Layanan internet ini dirancang khusus untuk institusi pendidikan, mulai dari sekolah formal, universitas, institusi, pusat pelatihan dan penelitian, hingga internet exchange. Biznet EducationNET menyediakan koneksi internet khusus dengan pilihan layanan mulai dari 160 Mbps hingga 10 Gbps. Paket ini juga menyediakan koneksi langsung ke Biznet Data Center dengan kecepatan 10 hingga 100 Gbps.

Sekolah dan institusi pendidikan yang menggunakan EducationNET juga mendapatkan akses ke layanan Biznet Hotspot hingga 100 Mbps yang bisa ditempatkan di area umum, seperti perpustakaan dan kantin. Dengan demikian, sekolah tidak perlu berinvestasi dalam perangkat hotspot sendiri. Keunggulan utama Biznet EducationNET terletak pada dukungan jaringan fiber optik dan kabel bawah laut yang terintegrasi serta menjamin konektivitas kuat dan stabil. Selain itu, layanan tersebut menawarkan kecepatan upload dan download yang sepadan guna memastikan data dapat diunggah dan diunduh dengan sama cepatnya.

Pengguna pun tidak perlu khawatir saat mengunggah atau mengunduh file dalam jumlah besar, seperti materi atau konten video pembelajaran beresolusi 4K. Untuk informasi lebih lengkap mengenai Biznet EducationNET, silakan klik tautan ini. Selain Biznet EducationNET, Biznet juga punya produk untuk mendukung koneksi internet di rumah, yakni Biznet Home. Jaringan internet yang ditawarkan bisa dimanfaatkan untuk keperluan belajar siswa di rumah serta menyokong perangkat smart home.

Posting Komentar

0 Komentar

Posting Komentar (0)
3/related/default