Situasi Rabies di Indonesia: Kenaikan Kasus dan Upaya Pencegahan
Rabies masih menjadi ancaman serius terhadap kesehatan masyarakat di Indonesia. Data menunjukkan bahwa kasus rabies meningkat secara signifikan, terutama di beberapa wilayah seperti Bali dan Sulawesi Tenggara. Berikut adalah penjelasan lengkap mengenai situasi ini dan upaya pencegahan yang dilakukan.
1. Kenaikan Kasus Rabies di Bali
Pada November 2025, jumlah kasus gigitan hewan penular rabies (GHPR) di Bali mencapai 57.853 kasus dengan rata-rata 193 orang tergigit per hari. Jumlah ini jauh lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. Dari total kasus tersebut, sebanyak 41.314 orang telah menerima Vaksin Anti Rabies (VAR). Namun, jumlah kematian akibat rabies di Bali naik dua kali lipat dibandingkan tahun 2024, yaitu sejumlah 14 kasus.
Kabupaten Badung memiliki jumlah GHPR tertinggi, yakni 10.609 kasus, disusul Kota Denpasar dengan 8.214 kasus. Sementara itu, stok VAR di Bali aman dengan tersedia 30.845 vial, termasuk 29.272 vial Rabivaks/Chirorab dan 1.573 vial Verorab. Stok serum anti rabies (SAR) juga tersedia sebanyak 245 vial.
Pemerintah Provinsi Bali berkomitmen untuk menjadikan Bali bebas rabies pada tahun 2028, lebih awal dari target nasional 2030. Untuk mencapai hal ini, pihaknya gencar melakukan vaksinasi massal terhadap anjing, kucing, dan monyet.

2. Populasi Anjing di Bali
Jumlah populasi anjing di Bali mencapai 565.737 ekor, dengan 83,57 persen di antaranya sudah divaksinasi. Kabupaten Badung memiliki populasi anjing terbanyak, yaitu 95.000 ekor, dengan 80.240 ekor sudah divaksinasi. Sementara itu, Kota Denpasar memiliki 82.545 ekor anjing, dengan 76.489 ekor sudah divaksinasi.
3. Kasus Rabies di Konawe, Sulawesi Tenggara
Di Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara, tercatat 291 kasus hewan liar menggigit orang hingga berpotensi rabies selama periode Januari hingga akhir Oktober 2025. Meskipun banyak kasus, hingga saat ini belum ada laporan kasus rabies positif. Hal ini dikarenakan warga yang digigit cepat melapor ke fasilitas kesehatan dan mendapatkan vaksin rabies.
Pemerintah setempat juga rutin melakukan vaksinasi massal terhadap hewan peliharaan, baik anjing maupun kucing. Selain itu, mereka mengadakan event pemeriksaan gratis untuk hewan peliharaan dalam rangka memperingati Hari Rabies Sedunia (WRD) 2025.

4. Kasus Kematian Akibat Rabies di NTT
Di Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), seorang pria berinisial SB (38) meninggal dunia setelah digigit anjing peliharaannya sendiri. Setelah dinyatakan positif terinfeksi virus rabies, korban tidak mau menerima vaksin. Akibatnya, kondisi kesehatannya memburuk dan ia meninggal hanya satu hari setelah dirawat di rumah sakit.
Setelah menggigit SB, anjing tersebut disembelih dan dimakan oleh 17 warga. Pihak berwenang menegaskan bahwa semua orang yang terlibat harus menerima vaksin rabies sebagai tindakan pencegahan.
5. Langkah Pencegahan dan Edukasi
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah mengeluarkan Surat Edaran HK.02.02/C/508/2025 untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang rabies. Mereka mengimbau masyarakat agar segera mencuci luka gigitan dengan sabun dan air mengalir selama 15 menit, kemudian segera mengunjungi fasilitas kesehatan untuk mendapatkan vaksin rabies.
Selain itu, pemilik hewan peliharaan diwajibkan memberikan vaksinasi rabies secara rutin. Fasilitas kesehatan juga diminta memastikan ketersediaan stok vaksin dan serum anti-rabies.
6. Pentingnya Vaksinasi Massal
Vaksinasi massal terhadap anjing merupakan langkah penting dalam pencegahan rabies. Dengan vaksinasi yang luas, risiko penyebaran virus dapat diminimalkan. WHO Asia Tenggara menyatakan bahwa pendekatan "One Health" sangat penting dalam menangani rabies.
7. Cara Menangani Gigitan Hewan
Jika seseorang tergigit atau tercakar anjing, tiga hal penting harus dilakukan: - Cuci luka dengan benar. - Beri vaksin manusia ("human rabies vaccine") dalam bentuk post exposure prophylaxis (PEP). - Jika diperlukan, berikan rabies immunoglobulins (RIG) / antibodi monoklonal.
Jika virus sudah mencapai susunan saraf, angka kematian bisa mencapai 100 persen. Oleh karena itu, tindakan cepat sangat penting.